“Apa yang aku cari dalam hidup ini?”
Sebuah pertanyaan yang sederhana. Sayangnya tidak dapat dijawab dengan sederhana. Di dalam usaha menjawab pertanyaan itu, sebuah dialog muncul di dalam diriku.
“Mengapa sejak kecil kita harus repot-repot sekolah dan belajar?”
“Agar mendapat ilmu dan pengetahuan”
“Mengapa perlu bekal ilmu dan pengetahuan?”
“Agar siap ketika harus terjun ke dalam masyarakat dan bekerja”
“Mengapa harus bekerja?”
“Agar mendapat penghasilan”
“Mengapa perlu penghasilan?”
“Sebab kita perlu uang untuk hidup”
“Berarti uang itu penting?”
“Ya, penting. Tapi bukan yang terpenting. Uang itu ibarat bahan bakar untuk mobil kita, ataupun pulsa telpon untuk handphone kita. Uang memberikan kita kemudahan-kemudahan dalam hidup”
Di earphoneku ku dengar Nikita mulai menyanyikan Hati Sebagai Hamba.
“Ku tak membawa apapun juga, saat ku datang ke dunia…”
“Ku tinggal semua, pada akhirnya… saat ku kembali ke surga…”
Betapa benarnya. Di dalam semesta ini, hidup manusia ibarat setitik debu. Sangat singkat. Berapa lama kita hidup dalam dunia ini? 40 tahun? 80? 100?
Tidak terasa telah 35 tahun aku menjalani hidup di dunia ini. Berapa lama lagi waktu yang kupunya di dalam dunia ini? Hanya Tuhan yang tahu. Katakanlah aku diberikan sampai 60 tahun. Berarti telah lebih dari 1/2 dari hidup ini kujalani.
“Apa yang aku cari dalam hidup ini?”
“Kebahagiaan”
Dan kurasa kebahagiaan ini merupakan hal yang dinamis sejalan dengan kehidupan kita. Ketika kecil kita akan merasa bahagia ketika ortu kita mengajak kita bermain. Ketika mulai bersekolah kita bahagia ketika kita mendapat nilai bagus ataupun berkumpul bersama teman-teman. Ketika mulai bekerja, kita bahagia bahwa kita mulai dapat mengumpulkan uang sendiri. Ketika kita semakin dewasa, kita bahagia ketika dapat menemukan pasangan hidup kita dan membina keluarga.
Berarti apakah kebahagian itu identik dengan terpenuhinya keinginan-keinginan kita? Secara umum mungkin iya, tapi tidak selalu mesti seperti itu. Ada hal-hal yang tidak dapat kita raih sekeras apapun kita berusaha.
“Count your blessing”, kata nasehat orang-orang bijak.
Ketika kita merasa lapar, bersyukurlah bahwa kita bisa dengan mudah membeli KFC ataupun di rumah telah tersedia makanan untuk kita. Banyak orang yang terbangun di pagi hari dengan beban pikiran dari mana ia harus mencari makan untuk hari itu.
Ketika kita merasa bahwa pekerjaan kita terlalu berat, bersyukurlah bahwa kita masih mempunyai pekerjaan. Banyak orang yang menjalani hari-harinya mencari lowongan pekerjaan, pergi dari satu test dan interview ke yang lainnya tanpa mendapat tawaran pekerjaan.
Ketika kita merasa bahwa rumah kita kurang luas ataupun indah, bersyukurlah bahwa kita masih mempunyai tempat berteduh. Banyak orang yang sehari-harinya hanya memiliki langit sebagai atap rumahnya dan kardus bekas sebagai alas tidurnya.
“Little India station, please mind the gap”, sayup-sayup kudengar pengumuman dari speaker di dalam gerbong. Uppss hampir saja aku tidak sadar untuk saatnya turun.
Segera kuberdiri dan menuju pintu gerbong. Kulihat sang uncle masih memejamkan mata dan sepasang muda-mudi masih saja bermesraan.
Badanku terasa lelah, tapi perenungan selama perjalanan kereta tadi memberikan pengertian dan keyakinan segar padaku akan arti hidup ini.
Sambil melangkah keluar dari kereta, kulirik terakhir kalinya ke dalam gerbong sambil berkata dalam hati,
“Good luck uncle”, dan “Have fun guys” kepada sepasang muda-mudi itu.
Aku pun melangkah dengan perasaan hati yang lebih ringan sambil memikirkan kemana lagi perjalanan hidup ini membawaku 🙂
Betul kata pak Fajar, uang memang sangat penting tapi bukanlah segalanya. Jadi apakah tujuan kita mencari uang? Mengapa kita harus bekerja demikian kerasnya jikalau hanya untuk memenuhi kebutuhan kita? lain halnya jika mempunyai tanggungan, yaitu keluarga (istri dan anak2).
Bukan bermaksud lancang, tetapi apakah pak Fajar dan istri tidak ada keinginan untuk mempunyai anak? Karena menurut pendapat saya mencari uang bukanlah semata2 untuk diri sendiri tetapi untuk masa depan anak2 kita, keturunan kita.
Senang membaca tulisan2 anda.